Berat! Kisah Tugas Babu pada Zaman Penjajahan Kolonial Belanda, Mulai dari Sumur, Dapur, Hingga Kasur
Sebutan ‘Jongos’ untuk menyebut budak laki-laki, sedangkan ‘babu’ untuk menyebut budak perempuan. (Foto: Radarmukomuko)

Berat! Kisah Tugas Babu pada Zaman Penjajahan Kolonial Belanda, Mulai dari Sumur, Dapur, Hingga Kasur

Siwindumedia.com – Pada masa penjajahan kolonial Belanda dahulu, bangsawan Eropa rata-rata punya rumah yang besar serta hidup serba mewah. Besarnya rumah dan tingginya gengsi pada waktu itu, membuat sebagian besar dari mereka membeli budak untuk mengerjakan banyak pekerjaan rumah.

Sebutan ‘Jongos’ untuk menyebut budak laki-laki, sedangkan ‘babu’ untuk menyebut budak perempuan.

Dahulu, idealnya sebuah rumah tangga bangsawan maupun pejabat kongsi dagang VOC memiliki belasan hingga ratusan ‘jongos’ maupun ‘babu’. Ada yang dipekerjakan sebagai tukang masak, tukang kebun, pengasuh anak, dan pekatik (tukang kuda).

Jugun Lanfu, Wanita Pribumi, Korea Hingga Perempuan Belanda Menjadi Pelampiasan Tentara Jepang

Dilansir dari berbagai sumber, pekerjaan seorang Babu dinilai cukup berat, sebab mereka bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah. Pekerjaan yang dimaksud mulai urusan dapur, mencuci atau membersihkan rumah, bahkan tidak sedikit pula babu harus melayani atau menjadi budak seks majikannya, terutama bagi tentara atau petinggi Belanda yang tidak membawa istri atau masih bujangan.

Dewan Hindia bernama Reinier de Klerk bahkan pernah kumpul kebo dengan seorang budak.

Begitu juga Leendert Miero seorang Yahudi kaya raya, pemilik rumah besar yang menjadi cikal-bakal nama kawasan bernama Pondok Gede, punya anak dari empat budak perempuannya.

Banyak Anak Banyak Rezeki' Ternyata Taktik Belanda Untuk Menambah Tenaga Kerja Tanam Paksa

Lebih berat lagi pekerjaan budak laki-laki (jongos). Karena tentunya mereka punya tanggung jawab pekerjaan yang lebih berat, misalnya mengurus kuda, hewan ternak, dan memelihara perkebunan.

Apabila para budak tersebut tidak patuh karena melanggar atau pekerjaannya tidak beres. Bisa dipastikan mereka akan mendapat sanksi berat dari para tuannya.

Melansir dari voi.id, sebuah cerita datang dari tuan tanah kaya raya bernama Augustijn Michiels atau yang akrab disapa Mayor Jantje pada abad ke-19.

Djoko Soekiman, dalam bukunya Kebudayaan Indis (2011) menjelaskan, pada tahun 1831, rumah tangga Mayor Jantje memerlukan 320 orang budak. 30 orang di antara mereka bertugas sebagai pemain musik yang serba bisa.

”Disamping itu, ada empat penari ronggeng, dua pemain gambang, dan 2 penari topeng. Bahkan orang China juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan sandiwara China yang berkembang pesat pada masa itu. Biasanya budak-budak yang pandai menari, dan menyanyi dihargai tinggi,” kata Djoko Soekiman dalam bukunya.

Mayor Jantje juga memiliki budak untuk mengurus kandang kuda. Jumlahnya 24 orang. Di samping itu, Mayor Jantje juga mempekerjakan banyak budak untuk mengurus kebun.

Ada 5 orang di taman melati, sembilan di kebun sayur, serta delapan tukang potong rumput. Serta ditambah 117 babu di dalam rumah. Pekerjaan mereka adalah mencuci, menyapu, mengepel, memasak, atau menjadi pengasuh anak.

Cek Juga

35 Bangunan Dilaporkan Rusak Akibat 3 Kali Gempa Bumi Guncang Kuningan

35 Bangunan Dilaporkan Rusak Akibat 3 Kali Gempa Bumi Guncang Kuningan

SiwinduMedia.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, merilis dampak kerusakan pasca …