Musim Hajatan Setelah Lebaran, Siap-siap "Kondangan"
Foto: Tenda buat acara hajatan warga yang baru di pasang/Purnomo Widodo/SiwinduMedia.com

Musim Hajatan Setelah Lebaran, Siap-siap “Kondangan”

SiwinduMedia.com – Di daerah pedesaan khususnya daerah Pulau Jawa, masyarakatnya rata-rata masih memegang erat adat dan tradisi leluhur. Kearifan budaya lokal ini, akhirnya menjadi norma-norma yang menjadi pegangan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Termasuk sekarang ini, setelah hari raya Idul Fitri, masyarakat saling bergantian mengadakan hajatan (acara keluarga, red) bisa acara pernikahan atau pun acara khitanan. Mereka percaya hari-hari setelah lebaran Idul Fitri atau Idul Adha, adalah waktu yang bagus untuk mengadakan hajatan.

“Sok lalieur lamun tos lebaran teh, soalna pasti loba nu hajat. Loba kondangan neun (suka pusing kalau sudah lebaran, soalnya banyak yang hajat. Banyak keluar uang buat ke undangan, red),” ujar Carpi (57), ibu rumah tangga.

Jauh-jauh hari mereka sudah menentukan hari dan tanggal setelah momen lebaran berakhir. Cara menentukan hari dan tanggal ini, mempunyai hitung-hitungan yang berbeda antara suku Jawa dan suku Sunda.

Primbon Jawa masih jadi ramalan yang dipercaya kebenarannya oleh sebagian orang. Lewat suatu hitungan, seseorang bisa mengetahui hari baik menurut Primbon Jawa yang cocok untuk mengadakan suatu ritual atau kegiatan.
Hari baik menurut Primbon Jawa diyakini bisa membawa banyak kebaikan dan menjauhkan dari berbagai halangan.

Dalam praktiknya, hari baik menurut Primbon Jawa banyak dicari saat seseorang akan mengadakan acara penting, seperti acara pernikahan, pindahan rumah, membuka usaha, dan sebagainya.

Sebagai contoh, untuk menemukan hari baik yang cocok untuk menggelar pernikahan, perlu dilakukan sebuah metode hitungan dengan menghitung neptu dari kedua mempelai pengantin.

Baca Juga:  Sambut Tahun Baru Islam 1446 H, Warga Desa Pakapasan Hilir Gelar Tradisi Hajat Sabumi

Adapun neptu tersebut diperoleh dari nilai hari lahir (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu) dan pasaran (Legi, Pahing, Pon Wage, Kliwon). Untuk lebih rincinya, berikut daftar nilai hari baik dan pasaran.

Nama Hari :
Minggu: 5, Senin: 4, Selasa: 3, Rabu: 7, Kamis: 8, Jumat: 6, dan Sabtu: 9.
Nama Hari Pasaran dan Nilai Neptu :
Legi: 5, Pahing: 9, Pon: 7, Wage: 4, Kliwon: 8

Sementara itu, hari baik menurut Primbon Jawa untuk menikah bisa didapat dengan hitungan rumus: Jumlah neptu pengantin + angka hari baik (dibagi) 5 = (hasilnya harus lebih atau sisa 3).

Sebagai contoh, misalkan saja jumlah neptu sepasang pengantin adalah 26. Maka, angka hari baik yang digunakan adalah 2, 7, 12. Setelah didapatkan beberapa angka hari baik, maka perhatikan tabel yang tertera di gambar.

Tabel hari baik menurut Primbon Jawa

Berdasarkan gambaran itu, maka diketahui bahwa hari baik yang mempunyai nilai 12 adalah Senin Kliwon, Selasa Pahing, Rabu Legi, Kamis Wage, dan Minggu Pon.

Untuk masyarakat Jawa Barat (Sunda), hitungan nya menggunakan Primbon Sunda atau orang sunda menyebutnya Paririmbon dalam bahasa sunda artinya indung (ibu, red).

Primbon dapat diartikan induk dari kumpulan catatan, yang memuat catatan-catatan penting mengenai hitungan-hitungan hari lahir atau wedal, sifat dan karakter sesuai simbol-simbol hari lahir, menurut leluhur orang Sunda.

Baca Juga:  Sambut Tahun Baru Islam 1446 H, Warga Desa Pakapasan Hilir Gelar Tradisi Hajat Sabumi

Inilah penjelasan hitungan hari lahir, atau orang sunda menyebutnya wedal, menurut primbon Sunda yang dikutip Kabar Banten :
– Hari lahir minggu atau wedal minggu = 5
– Hari lahir atau wedal senin = 4
– Hari lahir atau wedal selasa = 3
– Hari lahir atau wedal rabu = 7
– Hari lahir atau wedal kamis = 8
– Hari lahir atau wedal jum’at = 6
– Hari lahir atau wedal sabtu = 9
Nah itulah hitungan hari lahir atau wedal menurut primbon Sunda, hal ini penting untuk diketahui, sebab dulu ada orang tua yang kalau mau melakukan sesuatu selalu dikait- kaitkan dengan angka hitungan sesuai hari lahir atau wedal.

Beberapa orang tua dulu kalau mau menikahkan anaknya selalu menghitung angka lahir dan mencocokan dengan pasangannya dan sampai sekarang masih banyak memakai hitungan-hitungan menurut primbon Sunda.

Hitungan hari lahir atau wedal itu sangat penting diketahui karena orang tua dulu atau leluhur orang Sunda selalu mengkaitkan dengan masalah kehidupan seperti keberuntungan, keselamatan kecocokkan jodoh, dan lain sebagainya.

Dalam pandangan agama Islam sendiri, ada salah satu hadist Rasullah SAW mengatakan bahwa ada tiga hari istimewa dalam agama Islam yakni :
1. Jumat
2. Sabtu
3. Minggu

Diriwayatkan dalam hadist Rasullah SAW, jika Jum’at adalah hari baik bagi umat Islam, Sabtu adalah hari baik untuk kaum Yahudi. Sedangkan hari minggu baik untuk Kristen. Namun bagi umat islam, hari sabtu diartikan sebagai santai dan rehat.
Sabtu berasal dari kata ‘Subbata’ yang berarti santai, rehat dan istirahat.

Baca Juga:  Sambut Tahun Baru Islam 1446 H, Warga Desa Pakapasan Hilir Gelar Tradisi Hajat Sabumi

Seperti yang tercantum dalam QS An Naba ayat 9, “Dan bukankah Kami telah pula menjadikan tidurmu untuk istirahat dari kepenatan bekerja di siang hari sehingga kamu bisa kembali bekerja esok hari dengan tenaga baru? Tidur laksana kematian sesaat. Bangun tidur merupakan permisalan kecil hari kebangkitan”.

Sabtu disebut paling banyak di Al-Quran, keutamaan hari Sabtu dalam Islam :

1. Siapa sangka Sabtu menjadi hari yang paling banyak disebutkan di dalam Al-Quran.
2. Hari Sabtu dahulu mengisahkan cerita para umat Bani Israel yang terkenal banyak bertanya.
3. Selain itu, sejumlah peristiwa besar dan penting di seluruh dunia juga terjadi pada hari Sabtu.

Hal tersebut tercantum di surat Al Baqarah ayat 65 yang menceritakan tentang Bani Israel yang melanggar perintah Allah SWT tepat di hari sabtu.

“Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, Jadilah kamu kera yang hina!”. Meskipun begitu, semua hari adalah waktu yang baik bagi Allah SWT.

“Namun hal ini tergantung keyakinan dan kepercayaan masing-masing, dan hal ini tidak menjadi patokan, sebab manusia harus tetap berdoa pada yang Maha Kuasa, agar senantiasa mendapatkan perlindungannya,” ungkap Yanto (65), praktisi primbon Jawa di Kabupaten Kuningan ini.

Cek Juga

35 Bangunan Dilaporkan Rusak Akibat 3 Kali Gempa Bumi Guncang Kuningan

35 Bangunan Dilaporkan Rusak Akibat 3 Kali Gempa Bumi Guncang Kuningan

SiwinduMedia.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, merilis dampak kerusakan pasca …